Definisi etika
bisnis sendiri sangat beraneka ragam tetapi memiliki satu pengertian yang sama,
yaitu pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis
yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara
ekonomi/sosial, dan penerapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan
tujuan kegiatan bisnis (Muslich,1998:4). Ada juga yang mendefinisikan etika
bisnis sebagai batasan-batasan sosial, ekonomi, dan hukum yang bersumber dari
nilai-nilai moral masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan oleh perusahaan
dalam setiap aktivitasnya (Amirullah & Imam Hardjanto, 2005).
Etika bisnis
memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh perusahaan oleh perusahaan untuk
mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang
mencegah timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar
kerja atau operasi perusahaan. Muslich (1998: 31-33) mengemukakan
prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut:
1. Prinsip otonomi
Prinsip otonomi memandang bahwa
perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang
dimilikinya. Kebijakan yang diambil
perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan komunitasnya.
2. Prinsip kejujuran
Kejujuran merupakan nilai yang
paling mendasar dalam mendukung keberhasilan perusahaan. Kejujuran harus
diarahkan pada semua pihak, baik internal maupun eksternal perusahaan. Jika
prinsip kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh perusahaan, maka akan dapat
meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan tersebut.
3. Prinsip tidak berniat jahat
Prinsip ini ada hubungan erat
dengan prinsip kejujuran. Penerapan prinsip kejujuran yang ketat akan mampu
meredam niat jahat perusahaan itu.
Contoh kasus :
Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk
beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi
manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah
methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut
biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat
(08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk
Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk
sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini mendapat perhatian
Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita
akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu,
secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka
Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR
akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak
negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang
terkandung di dalam produk Indomie. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie
mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan
tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan
aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.
Tetapi bila kadar nipagin melebihi
batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie
instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging,
ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah
dan sangat berisikoterkenapenyakitkanker. Menurut Kustantinah, Indonesia yang
merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu
kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk
pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang
dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena
standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
Sumber :
http://yoppyardiannn.wordpress.com/2012/11/14/contoh-etika-bisnis-yang-melanggar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar